My Family

My Family
Palembang, Mei 2013

Sabtu, 27 Desember 2008

PRAKTIK MACROTEACHING PDK

Ns. Lukman, S.Kep.,M.M
 
Sebagaimana biasa, Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang melakukan praktik mengajar (Macroteaching). Praktik diwajibkan kepada mahasiswa semester V sebagai syarat untuk lulus matakuliah Pendidikan Dalam Keperawatan.

 

Praktik macroteaching tersebut dilaksanakan pada lima intitusi pelayanan maupun pendidikan yang ada di Palembang, yaitu RS dr. Mohammad Hoesin Palembang, Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Depkes Palembang, AKPER Kesdam II/Sriwijaya Palembang, Stikes Siti Khodijah Palembang, dan Stikes Muhammadiyah Palembang.

 

Praktik macroteaching di Poltekkes Depkes Palembang akan di Bimbing oleh Ns. Lukman, SKep.,M.M, dimana pelaksanaannya dijadual pada tanggal 10 sampai 20 Januari 2009. Kelas yang menjadi sasaran praktik adalah  kelas Reguler dan Ekstensi semester I Jurusan Keperawatan Poltekkes Depkes Palembang, yang berlokasi di Jalan Merdeka 76-78 Palembang.

 

Adapun materi yang akan disampaikan oleh Praktikan terdapat dalam tabel berikut ini:

 

Materi

Kelas

Praktikan

Eliminasi Alvi/Fecal

I Esktensi

Dian Sari

Anfis Integumen dan Sensasi Kulit

I  Reguler

Henny Dwi

I Ekstensi

Devi Asrianti

Anfis Sitem Perkemihan

I  Reguler

Selvi Fitria

I Ekstensi

Abdi Zaki

Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Asam Basa

I  Reguler

A  y  u

I Ekstensi

Dewi R

Anfis Sistem Reproduksi

I  Reguler

Sri  Ayu

I Ekstensi

Florida

Anfis Sistem Pernapasan

I  Reguler

Esterlina

I Ekstensi

Alwin Sukri

Anfis Sistem Pencernaan

I Ekstensi

Fitri L

 

Praktik pada kelas Reguler (A) dilaksanakan pada hari Jum'at pada jam 08.00 – 11.00 WIB, sedangkan untuk kelas Ekstensi (B) dilaksanaknpada hari Kamis jam 08.00 – 11.00 WIB.

 

Beberapa hal yang harus disiapkan oleh praktikan antara lain:

1.      Satuan Acara Pembelajaran (SAP), sesuai format.

2.      Materi (lampiran SAP, format Word).

3.      Materi (format power point) untuk presentasi.

4.      CD R/CD-RW yang berisi SAP dan Materi.

 

Sebagai dasar penilaian, setidaknya ada 16 aspek/komponen yang harus diperhatikan oleh Praktikan yaitu:

1.      SAP (disertai lampiran materi).

2.      Salam Pembukaan.

3.      Menjelaskan tujuan dengan baik dan benar

4.      Menyampaikan kontrak waktu dengan baik dan benar

5.      Menyamakan persepsi (apersepsi).

6.      Menggunakan minimal dua media, seperti memanfaatkan papan tulis, LCD/Power Point.

7.      Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

8.      Menggunakan bahasa nonverbal dengan tepat.

9.      Penekanan pada materi tertentu.

10.  Memberi kesempatan bertanya kepada audiens yang merata.

11.  Memberi kesempatan audiens untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan.

12.  Memberi kesempatan audiens berpikir untuk menjawab bertanyaan.

13.  Mampu mengendalikan kelas dengan baik.

14.  Menyimpulkan materi.

15.  Mengevaluasi materi yang sudah disampaikan.

16.  Salam Penutup.

 

Sabtu, 20 Desember 2008

ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT

Ns. Lukman, SKep.,M.M
 
Batasan
Benigna Hipertropi Prostat adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter (Arifyanto D,2008). Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non-kanker (noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi aliran urin (kencing) dari kandung kemih (bladder) (Adel,2008). Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan urethra, sehingga hipertropi prostat sering menghalangi pengosongan kandung kemih (Doenges, 2002). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Hipertropi Prostat (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang  menyumbat aliran keluar urine dan dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
 
Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli – buli dan mengitari uretra. Bagian bawah kelenjar prostat menempel pada diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang lebih sebesar buah kenari, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan tebal kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
 
Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma (penyangga ) dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan – bahan yang terdapat dalam cairan semen sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba (Syaifuddin, 2006).
 
Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan (Adel,2008).Menurut Smeltzer (2002) , apa yang menjadi penyebab terjadinya pembesaran kelenjar Prostat ini masih tetap menjadi misteri, masih belum diketahui dengan pasti, tetapi banyak juga teori yang ditegakan untuk BPH ini seperti: a) teori tumor jinak (karena komponennya), b) eori rasial dan factor social, c) teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, d)      teori yang berhubungan dengan aktifitas seks, dan e) teori ketidakseimbangan hormonal. Pendapat terakhir ini sering kali dipakai yaitu terjadi ketidakseimbangan antara hormonal androgen turun, maka terjdi ketidakseimbangan estrogen menjadi lebih banyak secara relatif ataupun secara absolut dan ini menyebabkan prostat membesar.
 
Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli - buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Kontraksi yang terus - menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli - buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli - buli.
 
Perubahan struktur pada buli - buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom.
Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urine dan terjadi retensi urine. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Price,2002).
 
Komplikasi
Komplikasi dari benigna hipertropi prostat menurut Smeltzer (2002), adalah hydroureter, hydronefrosis dan gagal ginjal bila tidak terjadi infeksi serta dapat terjadi hematuria dan cystitis bila terjadi infeksi. Komplikasi lain yang mungkin timbul pada benigna hipertropi prostat menurut Adel (2008), yaitu: hemorrhoid, perdarahan, inkontinensia, uretritis dan traktus uretra, epindidimiorkhitis, trombosis, fistula (suprapubik, rektiprostatik), dan  osteitis pubis
 
Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2002), terapi untuk benigna hipertropi prostat (BPH) ada 2 macam yaitu konservatif  dan operatif.
Konservatif, terapi konservatif dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan karena misalnya menolak operasi, mempunyai sakit jantung berat dan kontra indikasi operasi lainnya.Terapi konservatif yaitu mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena terjadinya atau adanya infeksi sekunder dengan peran antibiotik. Terapi untuk retensi urine yaitu dengan kateterisasi dengan 2 cara:1)      Kateterisasi intermitten, buli-buli dapat dikosongkan dan kateter segera dilepas, beberapa pasien kemudian akan dapat miksi sendiri dengan spontan, dan 2)      Kateterisasi indwiling. sangat berguna terutama bila penderita dulunya juga pernah mengalami retensi urine akut. Tiap hari hendaknya kateter dibersihkan dan tiap minggu diganti dengan kateter baru. Pada tindakan ini hendaknya disertai dengan perlindungan terhadap bahaya infeksi dengan memberikan juga obat sulfa atau antibiotik.
 
Operatif, tindakan operatif:1)      Pernah obstruksi atau retensi berulang, 2)      Urine sisa lebih dari 50 cc, 3)      Pada panendoskopi didapatkan trabekulasi yang jelas.
 
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat A.A,2007). Adapun pengkajian pada klien Post ops Benigna Hipertropi Prostat menurut Doenges (2002) adalah:
1)      Sirkulasi; ditandai peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
2)      Eliminasi, Gejala:a)      Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine tetesan, b)      Keragu-raguan pada berkemih awal, c)      Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekwensi berkemih, d)      Nokturia, dysuria, haematuria, e)      Duduk untuk berkemih, f)        Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis urinaria), g)      Konstivasi (protrusi prostat kedalam rectum), Tanda:a)      Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih, b)      Hernia inguinalis, hemorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan).
3)      Makanan/cairan, Gejala: a)      Anoreksia, mual, muntah, b)      Penurunan berat badan.
4)      Nyeri/kenyamanan, gGejala:a)      Nyeri suprapubik, panggul atau punggung, tajam, kuat (pada prostates akut), dan b)      Nyeri punggung bawah.
5)      Keamanan.
6)      Seksualitas, gejala: a)      Masalah tentang efek kondisi / penyakit kemampuan sexual, b)      Takut inkontinentia / menetes selama hubungan intim.c)      Penurunan kekeuatan kontraksi ejakulasi.
7)      Penyuluhan dan pembelajaran, gejala: a)      Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal, b)      Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan, antibiotik urinaria atau gen antibiotik, obat yang dijual bebas, batuk flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.
8)      Aktifitas/Istirahat; riwayat pekerjaan, lamanya istirahat, aktifitas sehari-hari, pengaruh penyakit terhadap aktifitas dan pengaruh penyakit terhadap istirahat.
9)      Hygiene; penampilan umum, aktifitas sehari-hari, kebersihan tubuh, frekwensi mandi.
10)  Integritas ego; penngaruh penyakit terhadap stress, gaya hidup, masalah financial.
11)  Neurosensori; apakah ada sakit kepala, status mental, ketajaman penglihatan.
12)  Pernapasan; apakah ada sesak napas, riwayat merokok, frekwensi pernapasan, bentuk dada, auskultasi.
13)  Interaksi Sosial; status perkawinan, hubungan dalam masyarakat, pola interkasi keluarga, komunikasi verbal/nonverbal.
 
Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda (1990) yang dikutip oleh Hidayat A,A (2007), bahwa diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.  
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien Post ops Benigna Hipertropi Prostat yang mungkin timbul (Doenges, 2002) adalah:
1)      Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing, refleks spasme otot, sehubungan prosedur bedah ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, wajah meringis, gelisah akut sehubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang dan cedera jaringan.
2)      Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, bekuan darah, edema, trauma, prosedur bedah ditandai dengan frekwensi, urgensi,keragu-raguan, dysuria, inkontinentia, retensi.
3)      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi, area bedah vaskuler.
4)      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive kateter, iritasi kandung kemih, seringnya trauma jaringan.
5)      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat salah interpretasi informasi ditandai dengan pertanyaan meminta informasi, tidak mengikuti instruksi.
 
Intervensi/Implementasi Keperawatan
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien (Hidayat A,A,2007).Rencana  keperawatan pada pasien Post ops Benigna Hipertropi Prostat disesuaikan dengan diagnosa keperawatan (Doenges,2002) yaitu:
1.      Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing, refleksspasme otot, sehubungan prosedur bedah ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, wajah meringis, gelisah akut sehubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang dan cedera jaringan.
Intervensinya:
a)      Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, skala.
b)      Pertahankan posisi kateter dan system drainase, pertahankan selang bebas dari lekukan da bekuan.
c)      Tingkatkan pemasukan cairan sampai dengan 300 ml/hari sesuai takaran.
d)      Berikan pasien informasi akurat tentang kateter, drainase, spasme kandung kemih.
e)      Berikan tindakan kenyamanan, dorong penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan napas dalam dan visualisasi.
f)        Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic.
 
2.      Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, bekuan darah, edema, trauma, prosedur bedah ditandai dengan frekwensi, urgensi,keragu-raguan, dysuria, inkontinentia, retensi.
Intervensinya:
a)      Kaji keluaran urine dan system kateter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
b)      Pertahankan waktu jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas, perhatikan rasa penuh kandung kemih; ketidakmampuan berkemih.
c)      Dorong pasien untuk berkemih bila terasa, dorongan tetapi tidak lebih dari 2-4 jam.
d)      Ukur volume residu bila ada keteter suprapubik.
e)      Dorongan pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi, batasi cairan pada malam setelah kateter dilepas.
f)        Instruksikan pasien untuk latihan permeal, contoh; mengencangkan bokong, menghentikan dan memulai aliran urine.
g)      Jelaskan pada pasien bahwa tetesan diharapkan setelah kateter dilepas dan harus teratur sesuai kemajuan.
h)      Pertahankan irigasi kandung kemih continue sesuai indikasi pada periode pasca operasi.
 
3.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi, area bedah vaskuler.
Intervensinya:
a)      Hindari manipulasi berlebihan pada kateter.
b)      Awasi pemasukan dan pengeluaran.
c)      Observasi drainase kateter, perhatikan adanya perdarahan.
d)      Evaluasi warna konsistensi urine.
e)      Merah terang dengan bekuan darah.
f)        Peningkatan viskositas, warna keruh setiap dengan bekuan darah.
g)      Perdarahan dengan tidak ada bekuan.
h)      Inspeksi balutan/luka drain.
i)        Awasi tanda peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, disforesis, pucat, perlambatan pengisian kapiler, membran mukosa kering.
j)        Kolaborasi awasi pemeriksaan laboratorium seperti Hb dan lain-lain.
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive kateter, iritasi kandung kemih, seringnya trauma jaringan.
Intervensinya:
a)      Pertahankan system keteter steril, berikan zalp antibiotic disekitar sisi kateter.
b)      Akumulasi dengan kantong drainase dependen.
c)      Observasi drainase dari luka sekitar kateter suprapubik.
d)      Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
e)      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
 
5.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat salah interpretasi informasi ditandai dengan pertanyaan meminta informasi, tidak mengikuti instruksi
Intervensinya:
a)      Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan.
b)      Tekankan perlunya nutrisi yang baik.
c)      Diskusikan pembatasan aktifitas awal.
d)      Dorong kesinambungan latihan perineal.
e)      Instruksikan perawatan kateter urine.
 
Evaluasi
Menurut Doenges (2000) hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi yang dinginkan dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan Post ops Benigna Hipertropi Prostat adalah sebagai berikut:
1.      Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing, refleks spasme otot, sehubungan prosedur bedah ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, wajah meringis, gelisah akut sehubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang dan cedera jaringan.Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi adalah melaporkan nyeri atau terkontrol.
2.      Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, bekuan darah, edema, trauma, prosedur bedah ditandai dengan frekwensi, urgensi,keragu-raguan, dysuria, inkontinentia, retensi. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi adalah berkemih dalam jumlah normal tanpa adanya retensi.
3.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi, area bedah vaskuler. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi adalah tidak terjadinya Kekurangan volume cairan.
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive kateter, iritasi kandung kemih, seringnya trauma jaringan. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi adalah tidak terjadinya infeksi dan tidak adanya tanda infeksi seperti pembengkakan.
5.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat salah interpretasi informasi ditandai dengan pertanyaan meminta informasi, tidak mengikuti instruksi. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi adalah menyatakan pemahaman proses penyakit dan berpartisipasi dalam program terapi.

Asuhan Keperawatan Konsep Diri

Ns. Lukman, S.Kep.,M.M
 
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh: Fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Beck, William dan Rawlin dalam Keliat, 1998). Konsep diri adalah pandangan dan perasaan seseorang terhadap diri sendiri. Konsep diri bisa bersifat physic, psikis dan sosial (Agussyafii, 2008). Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart dan Sundeen,1998).
 
Menurut Jacinta F. Rini konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan, penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep negatip jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, dan kehilangan daya tarik terhadap hidup (Rini, 2008).Adi W Gunawa berpendapat bahwa  konsep diri adalah sistem operasi yang menjalankan  komputer mental, yang mempengaruhi kemampuan berfikir seseorang. Konsep diri ini setelah ter-instal akan masuk dipikiran bawa sadar dan mempunyai bobot pengaruh sebesar 88% terhadap level kesadaran seseorang dalam suatu saat. Semakin baik konsep diri maka akan semakin mudah seseorang untuk berhasil. Demikian pula sebaliknya (Gunawa, 2008). 
 
Secara umum konsep diri ini adalah semua tanda, keyakinan, dan pendirian yang merupakan suatu pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide, dan tujuan (Hidayat. Alimul, 2006).
 
Perkembangan Konsep Diri
 
Konsep diri termasuk bagian dari masalah kebutuhan psikososial yang tidak didapat sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari sebagai hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Konsep diri ini berkembang secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan seseorang. Konsep diri merupakan hasil dari aktivitas pengeksplorasian dan pengalamannya dengan tubuhnya sendiri. Konsep diri dipelajari melalui pengalaman pribadi setiap individu, hubungan dengan orang lain, dan interaksi dengan dunia diluar dirinya. Konsep diri berkembang terus mulai dari bayi hingga usia tua. Pengalaman dalam keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri karena keluarga dapat memberikan perasaan mampu dan tidak mampu, perasaan diterima atau ditolak dan dalam keluarga individu mempunyai kesempatan untuk mengidentifikasi dan meniru perilaku orang lain yang diinginkannya serta merupakan pendorong yang kuat agar individu mencapai tujuan yang sesuai atau pengharapan yang pantas. Dengan demikian jelas bahwa kebudayaan dan sosialisasi mempengaruhi konsep diri dan perkembangan kepribadian seseorang.
 
Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat mengeksplorasi dunianya secara terbuka dan jujur karena latar belakang penerimaannya sukses, konsep diri yang positif berasal dari pengalaman yang positif yang mengarah pada kemampuan pemahaman.
 
Karakter individu dengan konsep diri yang positif (Sabri ALisuf, 1998):
1. Mampu membina hubungan pribadi, mempunyai teman dan gampang bersahabat.
2.   Mampu berpikir dan membuat keputusan.
3.   Dapat beradaptasi dan menguasai lingkungan.
 
Karakter individu dengan konsep diri yang negatif (Sabri Alisuf, 1998):
1.      Rasa rendah diri.
2.      Kurang mampu menyesuaikan diri dengan orang lain dalam segala hal yang dihadapi dalam hidup ini.
3.      kurang mampu membuat keputusan.
 
Setiap individu dalam kehidupannya tidak terlepas dari berbagai stressor, dengan adanya stressor akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri. Dalam usaha mengatasi ketidakseimbangan tersebut individu menggunakan koping yang bersifat membangun (konstruktif) ataupun koping yang bersifat merusak (destruktif). Koping individu yang konstruktif akan menghasilkan aktualisasi diri dan konsep diri yang positif. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif. Konsep diri terdiri dari 5 komponen, yaitu gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri.
 
Gambaran diri
Gambaran atau citra diri (body image) mencakup sikap individu terhadap dirinya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan fungsinya. Perasaan mengenai citra diri meliputi hal-hal yang terkait dengan seksualitas, femininitas dan maskulinitas, keremajaan, kesehatan, dan kekuatan. Citra mental tersebut tidak selalu konsisten dengan struktur atau penampilan fisik yang sesungguhnya. Beberapa kelainan citra diri memiliki akar psikologis yang dalam.Citra diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal terlihat lebih jelas terhadap citra diri dibandingkan aspek-aspek konsep diri lainnya (Hidayat. Alimul. A, 2006).
 
Gambaran diri merupakan cetak biru yang dengan tepat menentukan perilaku kita, orang-orang yang bergaul dengan kita, apa yang kita usahakan dan apa yang kita hindari (Matthews, 2003). Faktor predisposisi gangguan gambaran diri:
1)      Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
2)      Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan perkembangan atau penyakit).
3)      Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh.
4)      Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi, transplantasi.
 
Ideal Diri
Ideal diri merupakan persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi (Stuart dan Sundeen, 1998). Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita atau pengharapan diri berdasarkan norma-norma sosial dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab. 
 
Individu cenderung menetapkan tujuan yang sesuai dengan kemampuannya, kultur, realita, menghindari kegagalan dan rasa cemas. Ideal diri harus cukup tinggi supaya mendukung respek terhadap diri, tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, samar-samar atau kabur. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu mempertahankan kemampuanya menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental (Suliswati et al, 2005).
 
 Harga diri
Harga diri (self esteem) adalah penilaian individu tentang dirinya menganalisis kesesuaian antara perilaku dan idel diri yang lain. Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun orang lain. Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasan diterima, dicintai, dihormati oleh orang lain, serta keberhasilan  yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat. Alimul. A, 2006).
 
Pada usia dewasa harga diri menjadi stabil dan memberikan gambaran yang jelas tentang dirinya dan cenderung lebih mampu menerima keberadaan dirinya. Hal ini didapatkan dari pengalaman menghadapi kekurangan diri dan meningkatkan kemampuan secara maksimal kelebihan dirinya. Pada masa dewasa akhir timbul masalah harga diri karena adanya tantangan baru sehubungan dengan pensiun, ketidakmampuan fisik, berpisah dari anak, kehilangan pasangan (Suliswati et al, 2005). 
 
Faktor predisposisi gangguan harga diri:
1)      Penolakan dari orang lain.
2)      Kurang penghargaan.
3)      Pola asuh yang salah: terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten.
4)      Persaingan antar-saudara.
5)      Kesalahan dan kegagalan yang berulang.
6)      Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan.
 
 Peran diri
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat. Setiap peran berhubungan dengan pemenuhan harapan-harapan tertentu. Apabila harapan tersebut dapat terpenuhi, rasa percaya diri seseorang akan meningkat. Sebaliknya, kegagalan untuk memenuhi harapan atas peran dapat menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang (Hidayat. Alimul. A, 2006).Setiap orang disibukkan  oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada setiap waktu sepanjang daur kehidupan. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. 
 
Faktor yang memengaruhi penyesuaian diri individu terhadap peran (Suliswati et al, 2005):
1)      Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran
2)      Tanggapan yang konsisten dari orang orang yang berarti  terhadap perannya.
3)      Kecocokan dan keseimbangan antar-peran yang diembannya.
4)      Keselarasan norma budaya dan harapan individu terhadap perilaku
5)      Pemisahan situasi yang menciptakan penampilan peran
 
Faktor predisposisi gangguan peran diri adalah:
1)      Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat-sakit.
2)      Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
3)      Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran
      yang sesuai.
4)      Peran yang terlalu banyak.
 
Identitas diri
Identitas diri adalah penilaian individu tentang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh. Identitas diri mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Identitas sering kali didapat melalui pengamatan sendiri dan dari apa yang didengar seseorang dari orang lain mengenai dirinya. Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan dalam hubungannya dengan orang lain. Seksualitas merupakan bagian dari identitas. Identitas seksual merupakan konseptualitas seseorang atas dirinya sebagai pria atau wanita dan mencakup orientasi seksualitas (Hidayat. Alimul A, 2006).Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri.
 
Ciri individu dengan identitas diri yang bersifat positif :
1)      Mengenal diri sebagai organisme yang utuh terpisah dari orang lain.
2)      Mengakui jenis kelamin sendiri.
3)      Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan .
4)      Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.
5)      Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
6)      Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat dicapai/direalisasikan.
 
Ciri-ciri individu yang  mempunyai kepribadian sehat:
1)      Citra tubuh positif dan akurat. Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri 
      termasuk   
      persepsi saat ini dan yang lalu akan diri sendiri serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh.
2)      Ideal diri realistis
      Individu yang mempunyai ideal diri realistis akan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai.
3)      Harga diri tinggi
      Individu yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya sebagai seorang yang berarti dan bermanfaat.
4)      Penampilan peran memuaskan
      Individu dengan penampilan peran memuaskan akan dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan.   
      Ia dapat  mempercayai dan terbuka pada orang lain dan membina hubungan interdependen.
5)      Identitas jelas
      Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan dalam mencapai tujuan.
 
Faktor predisposisi gangguan dentitas diri:
1)      Ketidakpercayaan orang tua pada anak.
2)      Tekanan dari teman sebaya.
3)      Perubahan struktur sosial.