My Family

My Family
Palembang, Mei 2013

Jumat, 28 Maret 2008

N Y E R I [sebuah tinjauan kepustakaan]

oleh: Siti Wasliyah, Nurna Ningsih, Lukman

Pendahuluan

Nyeri adalah keluhan yang sering kita jumpai dalam praktik sehari-hari. Pengalaman nyeri dapat dibagi 3 bagian : nosisentif, respons subyektif/kognitif terhadap masukan nosiseptif dan respons perilaku terhadap masukan. Sensasi nyeri dapat dirasakan berasal dari seluruh bagian tubuh kita karena pada umumnya seluruh jaringan tubuh mendapat persarafan. Karena itu pasien dapat datang karena keluhan nyeri kepala, nyeri di bagian mata atau telinga, nyeri dada, nyeri pinggang, nyeri dalam perut, nyeri daerah panggul, nyeri lutut, nyeri tumit dan sebagainya. Sensasi nyeri ini dapat bervariasi. Dari gambaran di atas dapat dimengerti bahwa tidaklah mudah untuk menangani kasus dengan keluhan nyeri. Kesulitan ini bertambah bila nyeri berasal visera. Nyeri tak dapat ditunjukkan dengan tepat lokasinya, seringkali bahkan tumpang tindih dengan komponen nyeri rujukan, belum lagi tambahan penyulit dari kon psikologinya.1

PENGERTIAN

Pain is unpleasent sensory and emotional experience association with actual or potential tissue damage or describe in term of such damage (The International Association of Pain, 1997)

Nyeri adalah suatu sensori yang tidak menyenangkan dari suatu emosional disertai kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial atau kerusakan jaringan secara menyeluruh.2

Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh, ia timbul bilamana jaringan rusak dan ia menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut.3

Nyeri oleh Sherington dinamakan penggiring psikis bagi refleks pelindung, yang menentukan rangsang nyeri, umumnya menimbulkan gerakan mengelak dan menghindar yang kuat, khas, diantaranya perasaan karena mengandung unsur emosional yang khas.4

TYPE DAN KHARAKTERISTIK NYERI

Type nyeri terbagi menjadi :

1. Bersarkan durasi/lamanya 2,5

No

Nyeri Akut

Nyeri Kronis

1

Peristiwa baru, tiba-tiba, durasi singkat

Pengalaman nyeri yang menetap/kontinyu selama lebih dari 6 bulan

2

Berkaitan dengan penyakit akut, operasi, prosedur pengobatan atau trauma

Intensitas nyeri sukar untuk diturunkan

3

Sifat nyeri jelas dan mungkin untuk hilang

Sifatnya kurang jelas dan kecil kemungkinan untuk sembuh/hilang

4

Timbul akibat stimulus langsung rangsang noksius misalnya mekanik, inflamasi

Rasa nyeri biasanya meningkat

5

Umumnya bersifat sementara yaitu sampai dengan penyembuhan

Dikategorikan sebagai :

a. nyeri kronis maligna

Jika nyeri berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif lainnya

b. Nyeri kronis Non maligna

Jika nyeri akibat kerusakan jaringan non progresif lalu yang telah mengalami penyembuhan

6

Area nyeri dapat diidentifikasi. Rasa nyeri cepat berkurang

Area nyeri tidak mudah diidentifikasi.

2. Berdasarkan Intensitas

a. Nyeri Berat

b. Nyeri sedang

c. Nyeri ringan

Untuk mengukur intensitas nyeri yang dirasakan seseorang, dapat digunakan alat bantu yaitu dengan skala nyeri. Skala nyeri yang umum digunakan adalah cara Mc.Gill dengan menggunakan skala 0-5 : 2,6

0 = tidak ada nyeri

1 = nyeri ringan

2 = tidak menyenangkan

3 = mengganggu

4 = menakutkan

5 = sangat menakutkan

Skala ini disebut dengan "The Present Pain Intensity". Pada skala ini pasien akan menunjukkan lokasi timbulnya hantaran yang mempengaruhi sampai menjadi gangguan nyeri yang berat.

Pengkajian yang lebih sederhana dan mudah dilakukan adalah menggunakan skala 0-10, yaitu analog visual skala dengan cara menyatakan sejauh mana nyeri yang dirasakan klien.

Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri Berat Nyeri Tdk terkontrol

(Warst Pain)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak ada

nyeri


3. Berdasarkan Transmisi 7

a. Nyeri Menjalar

Terjadi pada bidang yang luas, terjadi pada struktur yang terbentuk dari embrionik dermatom yang sama.

b. Nyeri Rujukan (Reffered Pain)

Nyeri yang bergerak dari suatu daerah ke daerah yang lain

4. Berdasarkan Sumber / Asal Nyeri

JENIS NYERI

KARAKTERISTIK

SOMATIS

VISERAL

SUPERFISIAL

DALAM

Kualitas

Tajam, menusuk, membakar

Tajam, tumpul, Nyeri terus

Tajam, tumpul, Nyeri tonus, kejang

Lokalisasi

Baik

Jelek

Jelek

Menjalar

Tidak

Tidak

Ya

Stimulus

Torehan, abrasi panas, dingin

Torehan, panas, isohemi, pergeseran tulang

Distensi, iskemi, spasmus, iritasi kimia (tdk ada torehan)

Reaksi Aktual

Tidak

Ya

Ya

Refleks Kontraksi otot

Ya

Ya

Ya

5. Berdasarkan Penyebab

Menurut Penyebabnya, nyeri dibagi menjadi :

a. Thermik

Disebabkan oleh perbedaan suhu yang ekstrim

b. Chemik

Disebabkan oleh bahan/zat kimia

c. Mekanik

Disebabkan oleh trauma mekanik

d. Elektrik

Disebabkan oleh aliran listrik

e. Psikogenik

Nyeri yang tanpa diketahui adanya kelainan fisik, bersifat psikologis

f. Neurologik

Disebabkan oleh kerusakan jaringan syaraf

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI 5,6,7

Ada banyak faktor yang mempengaruhi respon nyeri seseorang, yaitu :

- Arti nyeri terhadap individu

- Tingkat persepsi nyeri

- Pengalaman masa lalu

- Nilai kultural / budaya

- Harapan sosial

- Sikap lingkungan terhadap nyeri

- Lokasi nyeri

- Emosi (takut, cemas, dll)

- Stressor

- Usia

- Jenis Kelamin (seks, dll)

PROSES TERJADINYA NYERI 1,2,3,5,8

Nyeri terjadi bila ada kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial. Kerusakan jaringan (yang bisa disebabkan oleh thermal, mekanik, dsb; seperti tercantum dalam tipe nyeri), menyebabkan lepasnya mediator nyeri seperti bradikinin, histamin, asetilkolin, serotinin, angiotensin, vasopresin yang memberikan sinyal kepada reseptor nyeri (yang berupa akhiran syaraf bebas yang terletak di hampir seluruh tubuh), sehingga impuls tersebut dihantarkan ke otak melalui penghantar impuls nyeri (serat afferen) ke otak untuk diolah dan diterjemahkan.

Secara jelas proses terjadinya nyeri adalah sebagai berikut:

Adanya stimulus menyebabkan reseptor di kulit terangsang sehingga mengirimkan impuls melalui syaraf tipe III (serabut syaraf Delta A) yang bersifat aferen sensoris sehingga sampai di medula spinalis cornu posterior. Pada radiks posterior, rangsang dari serabut tebal (Delta A Bermielin) memperkuat tekanan pada sel dalam substansia gelatinosa sehingga sel substansia gelatinosa menyempit dan menyebabkan rangsangan sel T (sel transmisi sentral pada radiks posterior) menjadi lemah. Akibat hantaran impuls yang relatif cepat, impuls diteruskan melalui traktus spinothalamicus memasuki thalamus untuk memberi tahu rasa nyeri diteruskan ke daerah postcentralis cortex cerebri.

Bersamaan dengan impuls yang dibawa serabut aferen untuk menghantarkan persepsi nyeri ke pusat, terjadi pula refleks yang memberitahukan bahwa pada jaringan di sekitar kulit (sensori) sedang mengalami kerusakan yang menimbulkan rasa nyeri sehingga terjadi gerakan untuk menjauhi sumber nyeri. Perjalanan impuls refleks ini tentu saja melalui lengkung refleks. Lintasan untuk membangkitkan refleks tersebut tidak langsung berjalan ke motor neuron anterior melainkan mula-mula ke dalam kelompok interneuron dan kemudian ke motor neuron. Sirkuit tersingkat yang mungkin adalah suatu arkus 3-4 neuron, tetapi kebanyakan dari sinyal refleks tersebar melalui jauh lebih banyak neuron, hal ini menyangkut sirkuit-sirkuit utama :

- sirkuit devergens penyebaran refleks-refleks ke otot yang penting untuk penarikan diri, dalam hal ini bicep brachii.

- Sirkuit inhibisi otot-otot antagonis dengan bicep dalam hal ini triceps

Selain refleks fleksor yang bersifat nociceptik tersebut menyebabkan jauhnya lengan dengan sumber asal rangsang yang menimbulkan nyeri pada kulit, juga terjadi refleks mengusap bagian yang nyeri dengan tujuan untuk mengurangi rasa nyeri. Jadi setelah corteks cerebri mengetahui lokasi rasa nyeri, maka dengan segera respon dikirim melalui serabut eferen motorik ke efektor.

Lintasan nyeri dari reseptor di tempat tertentu di kulit sampai ke Susunan Syaraf Pusat (SSP) adalah sebagai berikut :

Serat aferen nyeri (Delta A dan C) datang dari reseptor yang tersebar di seluruh tubuh. Serat aferen masuk ke medula spinalis melalui akar belakang dan bersinap di substansia gelatinosa (lamina II dan III). Syaraf aferen sebelum bersinap akan menyebar ke beberapa segmen ke atas dan ke bawah, membentuk fasikulus posterolateral. Sinaps terjadi langsung dengan neuron traktus spinothalamicus. Berkas asenden yang membawa impuls nyeri tergabung dengan traktus spinothalamicus ventralis dalam sistem antero lateral.

Fitogenik sistem sensorik terbagi menjadi bagian yang tua dan bagian yang baru. Bagian yang tua adalah bagian antero lateral dan nukleus trigeminus lateralis, sedangkan bagian yang baru meliputi sistem kolumna dorsalis medula spinalis dan nukleus sensorik mayor nervus trigeminus. Serat aferen Beta A masuk ke sistem sensori bagian baru sedangkan serat Delta A dan C masuk ke bagian yang tua. Secar fungsional sistem sensorik yang baru memperlihatkan penataan somatopik yang jelas, terutama mengolah impuls sensorik kinestesia dengan penghantaran impuls yang lebih cepat. Sistem sensorik lama merupakan sistem yang menghantarkan impuls somastesia dengan kecepatan hantar relatif.

Traktus spinothalamicus lateralis sebagian besar menyeberang ke segmen medula spinalis tempat mereka bersinaps dan berjalan ke thalamus, sebagian kecil berkas spinothalamicus lateral langsung menuju thalamus dan bersinaps di nukleus ventroposterior lateral (UPL) thalami untuk kemudian impuls nyeri akan direlay oleh serat-serat talamokortikal ke arah somatosensorik primer girus postsentral. Sebagian besar traktus spinothalamicus berjalan ke formatio retikularis untuk bersinap di sana dan kemudian neuron formatio retikularis meneruskan impuls ke nukleus intralalaminertalami dan nukleus midline talami. Traktus spinothalamicus lateral bersinap di thalamus tanpa singgah di formatio retikularis membawa impuls fast pain. Traktus spinothalamicus lateral yang singgah di formatio retikularis membawa impuls slow pain. Impuls ini oleh thalamus akan direlay ke seluruh neocortek, diolah, dan dikenal sebagai sensasi yang pernah dialami. Jadi refleks yang terbangkit oleh slow pain bersifat lebih kompleks dan lama. Selain itu impuls slow pain diteruskan oleh formatio retikularis ke hipothalamus sebagai bagian dari sistem limbik yang mengatur perilaku emosi, mengatur emosi tertentu, dan membangkitkan respon viseral. Timbullah rasa terkejut, marah atau cemas, jantung berdebar, berkeringat banyak, tekanan darah meningkat, dsb.

Impuls nyeri somatik dari daerah wajah, kornea dan sinus, mukosa bibir, mulut serta lidah, dihantarkan melalui nervus trigeminus porsio mayor ke belakang otak setinggi pons, kemudian turun ke medula oblongata. Sebagian akson neuron kedua ini menyeberangi garis tengah medula oblongata untuk kemudian bergabung dengan traktus spinothalamicus lateral yang datang dari medula spinalis dan meneruskan perjalanannya ke atas.

Di thalamus berkas trigemino thalamicus anterior bersinap di ventro posterior medialis talami. Impuls nyeri dan viscera tampaknya dihantarkan melalui serat C yang berjalan bersama korteks post ganglion parasimpatis, masuk ke akar belakang dan bersinaps dengan neuron-neuron kultus spinothalamicus lateral yang membawa impuls slow pain. Secara skematik, urutannya adalah sebagai berikut :

Reseptor (Nociceptor)

Melalui serat-serat aferen (Delta A dan C)

Masuk medula spinalis melalui dorsal root

Bersinaps di substansia gelatinosa (lamina II dan III)

Masuk traktus spinothalamicus lateral dan berkas spinothalamicus ventralis

Sebagian besar ke formatio retikularis sebagian langsung ke thalamus

Nukleus intralaminer talami dan direlay oleh serat talamokortikal

Nukleus midline talami

Fast Pain

Direlay oleh korteks

Refleks fleksor

Dikenal, diolah

Waspada

(Slow Pain)

Selain itu terjadi proses : Dari impuls slow pain à Hipothalamus à Sistem Limbik à Emosi


PENGKAJIAN KLIEN DENGAN NYERI

Pengkajian pada nyeri adalah hal yang sangat penting. Yang termasuk pada pengkajian nyeri adalah pengkajian subjektif dan objektif, yaitu gambaran pernyataan individu dari nyeri yang dirasakan serta observasi perilaku individu tsb.

Setiap orang mempunyai kebutuhan dasar untuk bebas dari nyeri dan ketidaknyamanan. Manusia akan termotivasi untuk menghindari nyeri. Nyeri dapat terjadi sebagai hasil ketidakadequatan dari pemenuhan kubutuhan dasar manusia. Sebagai contoh, jika kebutuhan eliminasi urine tidak terpenuhi karena terhambat oleh adanya batu ginjal, maka nyeri akan terjadi. Sebagia dari pengkajian keperawatan adalah untuk mengidentifikasi beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi yang berkaitan dengan nyeri.

Pengkajian nyeri sulit karena tidak ada alat ukur objektif untuk nyeri. Selain itu juga faktor psikologi dan somatik sangat mempengaruhi nyeri. Tiap individu mempunyai cara yang unik untuk mengekspresikan rasa nyerinya. Begitu juga cara tiap individu melaporkan atau mengartikan rasa nyeri akan berbeda-beda. Hal ini yang akan menyulitkan perawat untuk melakukan pengkajian nyeri. Sebagai contoh, seorang perawat bisa saja menginterpretasikan nyeri seseorang sesuai dengan pengalaman pribadinya daripada memperhatikan penampilan klien.8

Mengkaji Persepsi Nyeri 7,8,9

Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus memenuhi kriteria berikut:

1. mudah mengerti dan digunakan

2. memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien

3. mudah dinilai

4. sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri.

Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mendokumentasikan kebutuhan intervensi, untuk mengevaluasi efektivitas intervensi dan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan intervensi alternatif atau tambahan jika intervensi sebelumnya tidak efektif dalam meredakan nyeri individu.

Deskripsi verbal tentang Nyeri. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara yang berikut :

- Intensitas nyeri. Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal (mis., tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat atau sangat hebat; atau 0 sampai 10: 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat hebat).

- Karakteristik nyeri, termasuk letak (area dimana nyeri pada berbagai organ mungkin merupakan alih), durasi (menit, jam, hari, bulan, dsb), irama (mis. terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan kualitas (mis., nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).

- Faktor-faktor yang meredakan nyeri (mis., gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dsb) dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya. Banyak orang yang mempunyai ide-ide tertentu tentang apa yang akan menghilangkan nyerinya. Perilaku ini sering didasarkan pada pengalaman trial and error.

- Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari (mis., tidur, napsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai). Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi.

- Kekhawatiran individu tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap terhadap peran dan perubahan citra diri.

- Skala Analogi Visual (VAS), yang telah dibahas pada bab sebelumnya sangat berguna dalam mengkaji intensitas nyeri. Skala tersebut adalah berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang rentang tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan "tidak ada" atau " tidak nyeri", sedangkan ujung kanan biasanya menandakan "berat" atau "nyeri yang paling buruk". Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari "tidak ada nyeri" diukur dan ditulis dalam sentimeter.

STRATEGI PENATALAKSANAAN NYERI 6,7,8,10

Menurunkan sampai tingkat " yang dapat ditoleransi" pernah dianggap sebagai tujuan dari penatalakasanaan nyeri. Namun begitu, pasien yang menggambarkan nyerinya telah hilang sekalipun, sering melaporkan gangguan tidur dan jelas tertekasn karena nyeri yang dialaminya. Dengan mengingat efek membahayakan nyeri dan penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat, tujuan yang hanya membuat nyeri dapat ditoleransi telah digantikan oleh tujuan menghilangkan nyeri. Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Analgesik yang tepat digunakan sesuai yang diresepkan dan jangan dianggap hanya sebagai upaya terakhir ketika tindakan pereda nyeri lainnya tidak berhasil. Semua intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah, dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan.

PENGELOLAAN NON FARMAKOLOGI

Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun begitu, banyak aktivitas keperawatan nonfarmakologis yang dapat membantu dalam menghilangkan nyeri. Meskipun ada beberapa lapran anekdot mengenai keefektifan tindakan-tindakan ini, sedikit diantaranya yang belum dievaluasi melalui penelitian riset yang sistematik. Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Dalam hal lain, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau berhari-hari, mengkombinasikan teknik nonfarmakologis dengan obat-obatan mungkin cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri.

1. TEKNIK RELAKSASI (RELAXASI)

Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri punggung . Beberapa penelitian, telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi. Ini mungkin karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pasca-operatif atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar efektif. Teknik tersebut tidak mungkin dipraktikkan bila hanya diajarkan sekali, segera sebelum operasi. Pasien yang sudah mengetahui tentang teknik relaksasi mungkin hanya perlu diingatkan untuk menggunakan teknik tersebut untuk menurunkan atau mencegah meningkatnya nyeri.

Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi ("hirup, dua, tiga") dan ekshalasi (hembuskan, dua, tiga). Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada awalnya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri noninvasive lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelum pasien menjadi terampil menggunakannya.

Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri.

2. IMAJINASI TERBIMBING (GUIDED IMAGERY)

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan. Dengan mata terpejam, individu diinstruksikan untuk membayangkan bahwa dengan setiap nafas yang diekshalasi secara lambat ketegangan otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan, menyebabkan tubuh yang rileks dan nyaman. Setiap kali menghirup napas, pasien harus membayangkan energi penyembuh dialirkan ke bagian yang tidak nyaman. Setiap kali nafas dihembuskan, pasien diinstruksikan untuk membayangkan bahwa udara yang dihembuskan membawa pergi nyeri dan ketegangan.

Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, dibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untuk pasien mempraktikannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Beberapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali mereka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selama berjam-jam setelah imajinasi digunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing dapat berfungsi hanya pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah teknik ini efektif.

3. STIMULASI DAN MASASE KUTANEUS (MASSAGE)

Teori gate control nyeri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bertujuan menstimulasi serbaut-serabut yang mentransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri. Beberapa strategi penghilang nyeri nonfarmakologis, termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini.

Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipustkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui system control desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.

4. DISTRAKSI

Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya (Arntz, dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Seseorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sesitem control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimulasi penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja.

Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan monoton sampai menggunakan aktivitas fisik dan mental yang sangat kompleks. Kunjungan dari keluarga dan teman-teman sangat efektif dalam meredakan nyeri. Melihat film layer lebar dengan "surround sound" melalui head-phone dapat efektif (berikan yang dapat diterima oleh pasien). Orang lainnya mungkin akan mendapat peredaan melalui permainan dan aktivitas (mis., catur) yang membutuhkan konsentrasi. Tidak semua pasien mencapai peredaan melalui distraksi, terutama mereka yang dalam nyeri hebat. Dengan nyeri yang hebat, pasien mungkin tidak dapat berkonsentrasi cukup baik untuk ikut serta dalam aktivitas mental atau fisik yang kompleks.

Seseorang yang tidak mendapat manfaat dari distraksi harus dipikirkan. Pasien yang menggunakan pompa ADP, selama waktu distraksi efektif mungkin tidak menggunakan analgesia apapun. Teknik distraksi biasanya berakhir mendadak (y.i. aktivitasnya berakhir atau film yang ditonton berakhir) dan pasien dibiarkan dengan kadar opioid subterapeutik dalam serum. Bila distraksi intermiten digunakan untuk meredakan nyeri, infuse opioid kontinu kadar dasar melalui pompa ADP mungkin diresepkan, sehingga ketika distraksi berakhir, tidak akan diperlukan untuk melakukan pengejaran kadar dalam serum.

  1. STIMULASI SARAF ELEKTRIS TRANSKUTAN (TENS)

Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit utnuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS telah digunakan baik pada menghilangkan nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang mentransmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asenden system saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan keefektifan stimulasi kutan saat digunakan pada area yang sama seperti pada cedera. Sebagai contoh, saat TENS digunakan pada pasien pascaoperatif elektroda diletakkan disekitar luka bedah. Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek placebo (pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan endorphin, yang juga memblok transmisi nyeri.

Riset telah menunjukkan bahwa pasien yang menerima pengobatan TENS (plasebo) yang nyata atau pura-pura selain perawatan standar, akan melaporkan jumlah pereda nyeri yang sama lebih besar efeknya daripada pereda nyeri yang diperoleh dengan pengobatan standar saja (Conn dkk., 1986). Beberapa pasien, terutama pasien-pasien dengan nyeri kronis, akan melaporkan penurunan nyeri sebanyak 50% dengan menggunakan TENS. Pasien-pasien lainnya tidak merasakan manfaatnya. Pasien mana yang dapat ditolong tidak dapat diprediksi. Bila pasien benar-benar mengalami peredaan nyeri peredaan ini biasanya berawitan cepat tetapi dengan cepat berkurang saat stimulator dimatikan.

  1. TERAPI ES DAN PANAS

Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan; namun begitu, keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama seperti pada cedera.

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan mengahmbat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Cohn dkk (1989) menunjukkan bahwa saat es diletakkan di sekitar lutut segera setelah pembedahan dan selama 4 hari pascaoperasi, kebutuhan analgesic menurun sekitar 50%.

Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatnya aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun demikian, menggunakan panas kering dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es (Nam & Park, 1991). Baik etrapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi analgesia tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya yang sesuai. Baik terapi es maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit.

Daftar Pustaka

1. Samekto M.IW, dkk, 1991, Nyeri Pengenalan dan Tatalaksana, Badan Penerbit Undip Semarang, 1991, 1-7.

2. Donna D, Ignatavicius, Marly VB.,1991, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, WB Saunders Company, Pensylvania, 1991, 108.

3. Guyton, Arthur C, MD., 1990, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit (Human Physiology and Mechanism of Disease), edisi 3, EGC, Jakarta.

4. Ganong WF.MD., 1990, Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiology), Edisi 10, EGC, Jakarta.

5. Kozier ERB, Blais, Wilkinson, 1995, Fundamentals of Nursing Concepts, Process and Practice, Fifth edition, A division of the Benjamin/Cummings Publishing company Inc., California, 976-1004.

6. Smeltzer Suzanne C., Bare Brenda G., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol.1, Edisi 8, EGC, Jakarta.

7. Long Barbara C., 1996, Perawatan Medikal Bedah-Suatu Pendekatan Proses Keperawatan (Essential of Medical-Surgical Nursing A Nursing Approach), Bandung, 229.

8. Black Joice MC., Matassarin Esther-Jacobs, 1997, Medical Surgical Nursing Clinical Management Continuity of Care, Fifth edition, WB. Saunders Company, Pensylvania, 1997.

9. Sudharto, 1996, Asuhan Keperawatan pada Pasien Nyeri, Edisi 1, CV.Kristal Multi Media, Bukit Tinggi.

10. Lemone Pricilia, Burke Kren, 1996, Medical Surgical Nursing : Critical Thingking in Client Care, Addison Wesley, California.


Tidak ada komentar: