My Family

My Family
Palembang, Mei 2013

Minggu, 14 Juni 2009

Umar dan Sha’sha’ah

oleh: Asfuri Bahri, Lc
 

Bila mendengar kata ulama, yang terlintas dalam benak kita adalah seseorang yang menguasai ilmu agama dan telah merampungkan berbagai jenjang pendidikan. Yang dengan ilmunya ia bisa memberi fatwa kepada orang yang memintanya. Sedangkan usianya, lazimnya tentu orang dewasa. Akan tetapi tidak jarang kita temukan dalam sejarah, anak-anak yang memiliki kapasitas sebagai ulama. Terutama di zaman keemasan Islam. Mereka memiliki kecerdasan dan wawasan serta kemampuan yang kadang tidak bisa dipecahkan orang dewasa.

Adalah Abu Musa Al-Asy'ari mengirim uang zakat sebesar 1 juta Dirham kepada Umar bin Khathab. Setelah kiriman itu sampai, Umar langsung membagi-baginya kepada yang berhak menerimanya. Ternyata masih ada sisa, orang-orang pun berbeda pendapat, kepada siapa sisa itu hendak dibagi.

Umar mengumpulkan orang-orang dan berpidato,

"Wahai sekalian manusia, setelah harta dibagi kepada orang-orang yang berhak, ternyata masih ada sisa. Aku ingin meminta penadapat kalian dan apa usulan kalian?"

Sha'sha'ah, yang kala itu masih anak-anak, berkata. Tentu saja setelah meminta izin Amirul Mukminin, Umar.

"Orang itu meminta pendapat kepada yang lain kepada permasalahan yang di dalam Al-Qur'an tidak ada. Ketika ada di dalam Al-Qur'an, dan setelah dibagi kepada orang-orang yang berhak, berikan kepada siapa saja yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla."

Amirul Mukminin berkata,

"Kamu benar, Sha'sha'ah. Kamu bagian dariku dan aku bagian darimu."

Dan Umar pun membaginya kepada kaum Muslimin.

Dia adalah Sha'sha'ah bin Shauhan, masuk Islam sejak zaman Nabi saw namun tidak pernah melihat beliau. Beliau adalah seorang yang fasih bahasanya, khatib yang hebat, dan salah satu pemimpin kaumnya, Bani Qais. Termasuk sahabat terkemuka Ali bin Abi Thalib dan termasuk yang membelanya dalam perang Jamal.

Sumber: Dakwatuna, 2009 

Tidak ada komentar: