Abstract
Leprosy is the disease of chronic infection which cause of Mycobacterium Leprae which is obligat intraseluler, first attack edge nerve, here in after can attack skin, mouth mucosa, upper of Tractus Respiratorius, retikulo endotelial system, eye, muscle, bone and testis.
Sure sign of leprosy ( Cardinal Signs of leprosy) is: a) skin with red or white pock insensiblely, b) thick at edge nerve accompanied by the disparity of function in the form of insensible and weakness at muscle of hand, foot, and eye, c) BTA positive at skin swab. Client told to suffer leprosy if we found one or more the Cardinal Signs of Leprosy at clinis inspection to them .
In all the world, 80% cases found in five state, that is India, Myanmar, Indonesia, Brazil, and Nigeria. Wound care and prevention of incidence of hurt is vital importance to prevent the defect and anatomical disparity for leper.
Keyword : Leprosy, wound care, defect, elimination.
Abstrak
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae yang intraseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis..
Tanda pasti kusta (Cardinal Signs Kusta) adalah: a) kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa, b) penebalan pada saraf tepi disertai kelainan fungsinya berupa mati rasa dan kelemahan pada otot tangan , kaki, dan mata, c) pada pemeriksaan kerokan kulit BTA positif. Klien dikatakan menderita kusta apabila ditemukan satu atau lebih dari Cardinal Signs Kusta, pada waktu pemeriksaan klinis.
Di seluruh dunia, 80% kasus ditemukan di lima negara, yaitu India, Myanmar, Indonesia, Brazil, dan Nigeria. Perawatan luka dan pencegahan timbulnya luka sangat penting untuk mencegah terjadinya kecacatan atau kelainan anatomis bagi penderita kusta.
Kata Kunci : Kusta, perawatan luka, cacat, eliminasi
Pendahuluan
Morbus Hansen atau lepra atau kusta merupakan penyakit tertua sekaligus penyakit menular yang sangat menakutkan. Penyakit ini ditemukan oleh GH Armauer Hansen ( Norwegia ) pada tahun 1873, dengan menemukan Mycobacterium leprae sebagai kuman penyebab. Sampai datangnya AIDS, leprae adalah penyakit yang paling menakutkan daripada penyakit menular lainnya. Penyakit ini menyesatkan hidup berjuta-juta orang, terutama di Amerika
Selatan, Afrika, dan Asia. Penyakit ini di Indonesia lebih dikenal dengan penyakit Kusta. Menurut Sub Direktorat Kusta dan Frambusia Direktorat P2M Ditjen PPM& PL (2000), penyakit kusta merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup besar di Indonesia, dimana masih terdapat 10 propinsi yang angka prevalensinya lebih dari 1/10.000 penduduk. Prevalensi berkisar 0,14 (Bengkulu) sampai dengan 7,42 (Maluku) .
Menurut Djuanda, A. (1997), Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang intraseluler obligat , demikian menurut Kosasih. A (1993) dalam Djuanda (1993).
Kusta bukan penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit menular. Penyakit menular ini pada umumnya mempengaruhi kulit dan saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan manifestasi klinis yang luas ( CDC. 2003)
Penularan kusta terjadi lewat droplet, dari hidung dan mulut, kontak yang lama dan sering pada klien yang tidak diobati. Manusia adalah satu-satunya yang diketahui merupakan sumber Mycobacterium leprae. Kusta menular dari penderita yang tidak diobati ke orang lainnya melalui pernapasan dan kontak kulit. (Ditjend PPM & PL.2002)
Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988) dalam Djuanda.A (1997), adalah pausibasiler (PB) dan multibasiler (MB). Pausibasiler (PB) termasuk kusta tipe TT (tuberkuloid-tuberkuloid) dan BT ( borderline tuberkuloid) menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I (indeterminate) dan T (tuberkuloid) menurut klasifikasi Madrid dengan BTA negatif. Multibasiler (MB), termasuk kusta tipe BB (borderline-borderline), BL borderline lepromatous), dan LL ( lepromatosa-lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Jopling atau B (borderlien) dan L (lepromatousa) menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif. (Djuanda. A. 1997)
Klasifikasi Ridley – Jopling terdiri dari Tuberkuloid- tuberkuloid (TT), borderline tuberkuloid (BT), borderline borderline (BB), dan lepromatosa-lepromatosa (LL). Klasifikasi Ridley-Jopling biasanya digunakan untuk penelitian. Sedangkan klasifikasi Internasional terdiri dari Indeterminate (I), Tuberkuloid (T), Borderline (B), dan Lepromatosa (L).
Kelompok Resiko
Kelompok yang berisiko tertular penyakit kusta adalah kontak yang lama dengan penderita kusta yang tidak diobati, penderita yang masih aktif, dan orang-orang yang tinggal di daerah endemis kusta ( CDC. 2004).
Insiden
Pada tahun 2002, banyaknya kasus baru dideteksi diseluruh dunia adalah 763.917 penderita. WHO mencatatkan 90% kasus tersebut terdapat di Brazil, Madagaskar, Mozambie, Tanzania, dan Nepal. Pada tahun tersebut 96 kasus di Amerika Serikat dilaporkan ke CDC (CDC.2003)
Frekuensi
Menurut Barrett. TL. (2002), kira-kira 6.000 penderita kusta hidup di Amerika Serikat, 95% dari penderita tersebut memperoleh penyakitnya di negara berkembang. Kasus yang terjadi di Amerika Serikat 200-300 kasus per tahun. Proporsi terbesar terdapat di negara dengan populasi imigran terbesar ( California, New York, Florida) dari kasus baru, sedangkan daerah endemis kecil ada di Texas, Louisiana, dan Hawaii.
Secara internasional prevalensi kusta di dunia 5,5 juta kasus, mayoritas terdapat di daerah tropik dan subtropik. Di seluruh dunia 80% kasus ditemukan di lima negara, yaitu India, Myanmar, Indonesia, Brazil, dan Nigeria. ( Barrett. TL. 2002)
Tanda Pasti Kusta (Cardinal Signs Kusta)
Tanda pasti kusta adalah: a) kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa, b) penebalan pada saraf tepi disertai kelainan fungsinya berupa mati rasa dan kelemahan pada otot tangan , kaki, dan mata, c) pada pemeriksaan kerokan kulit BTA positif. Klien dikatakan menderita kusta apabila ditemukan satu atau lebih dari Cardinal Signs Kusta, pada waktu pemeriksaan klinis. (Ditjend PPM & PL, 2002)
Derajat Cacat Kusta
WHO (1995) dalam Djuanda.A (1997) membagi cacat kusta menjadi tiga tingkat kecacatan. Karena mata, tangan, dan kaki merupakan organ yang paling berfungsi, maka tingkat kecacatan tersebut didasarkan pada organ tersebut, yaitu :
Cacat pada tangan dan kaki
Tingkat 0 : tidak ada anestesi dan kelainan anatomis
Tingkat 1 : ada anestesi, tetapi tidak ada kelainan anatomis
Tingkat 2 : terdapat kelainan anatomis
Cacat pada mata
Tingkat 0 : tidak ada kelainan pada mata ( termasuk visus)
Tingkat 1 : ada kelainan mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit berkurang
Tingkat 2: ada lagoptalmus dan visus sangat terganggu ( visus 6/60 ; dapat menghitung jari pada jarak 6 meter)
Pencegahan Cacat
Di seluruh dunia kira-kira 1-2 juta orang yang mengalami cacat tetap akibat kusta (CDC. 2003). Menurut Djuanda. A (1997) jenis dari cacat kusta dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Cacat Primer
Adalah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama kerusakan akibat respon jaringan terhadap M. leprae, yang termasuk kedalam cacat primer adalah :
a. Cacat pada fungsi saraf ; 1) fungsi saraf sensorik, misalnya anestesi, 2) fungsi saraf motorik, misalnya claw hand, wrist drop, foot drop, claw toes, lagoptalmus, 3) fungsi saraf otonom dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan elastisitas kulit berkurang, serta gangguan refleks vasodilatasi
b. Infiltrasi kuman pada kulit dan jaringan subkutan menyebabkan kulit berkerut dan berlipat-lipat, misalnya fasies leonina, blefaroptosis, ektropion. Kerusakan folikel rambut menyebabkan alopesia atau madorosis, kerusakan glandula sebasea dan sudorifera menyebabkab kulit kering dan tidak elastis.
c. Cacat pada jaringan lain akibat infiltrasi kuman kusta dapat terjadi pada tendo, ligamen, sendi, tulang rawan, tulang, testis, dan bola mata.
2. Cacat Sekunder
Cacat ini terjadi akibat cacat primer, terutama adanya kerusakan saraf sensorik, motorik, dan otonom. Anestesi akan memudahkan terjadinya luka akibat trauma mekanis / termis dan mengalami infeksi sekunder. Kelumpuhan mototrik menyebabkan kontraktur, sehingga terjadi gangguan berjalan dan memudahkan terjadinya luka. Lagoptalmus menyebabkan kornea menjadi kering dan memudahkan terjadinya keratitis. Kelumpuhan saraf otonom menjadikan kulit kering dan berkurangnya elastisitas, akibatnya kulit mudah retak dan terjadi infeksi sekunder.
Perawatan Luka
Jenis luka pada penderita kusta adalah luka lepromatosa,luka stasis, luka plantar, luka lain, luka keganasan. Prinsip daripada pengobatan/perawatannya adalah imobilisasi dengan mengistirahatkan kaki yang luka (misal. tongkat, bidai), merawat luka setiap hari dengan membersihkan,membuang jaringan mati, dan menipiskan penebalan kulityang selanjutnya dikompres.
Perawatan Mata yang Tidak Tertutup Rapat (Lagoptalmus)
Perhatian, lindungilah mata tidak tertutup rapat (lagoptalmus) dari angin dan debu, serta sinar matahari untuk mencegah mata kemerahan dan buta.Pemeriksaan, gunakanlah cermin setiap hari untuk melihat apakah ada mata yang merah, bila ada laporkan ke petugas Puskesmas.Latihan, tariklah kulit di sudut mata ke arah luar dengan jari tangan sebanyak 10 kali setiap latihan, lakukan tiga kali sehari. Perlindungan, a) Lindungilah mata dari sinar matahri dengan menggunkan topi yang lebar, b) Pakailah kaca mata gelap untuk melindungi mata dari sinar matahri, angin, dan debu, c) Waktu tidur, tuutp mata dengan kain bersih supaya debu tidak masuk. (Dirjend PPM & PL.2002)
Perawatan Tangan yang Mati Rasa (Anestesi)
Perhatian, lindungilah tangan yang mati rasa (anestesi) dari benda panas, benda kasar, dan benda tajam untuk mencegah luka. Periksa, periksalah telapak tangan setiap hari. Bila ada kemerahan, melepuh atau luka ; istirahatkan, rawatlah luka. Rendam, rendamlah tangan setiap hari dengan air bersih dalam baskom, selama 30 menit untuk menjadikan kulit lembut. Gosok, setelah direndam gosok kulit menebal dengan batu apung untuk menjadikan kulit lembut. Olesi, olesi dengan minyak kelapa bersih dalama keadaan basah. Mencegah luka, a) Bungkuslah tangkai panci yang panas dengan kain yang tebal untuk mencegah terjadinya luka, b) Bungkus tangkai cangkul dengan kain yang tebal untuk mencegah terjadinya luka, c) Gunakan pipa sewaktu merokok, untuk mencegah luka. (Dirjend PPM & PL.2002)
Perawatan Tangan yang Bengkok (Kontraktur)
Perhatian, latih jari-jari tangan yang bengkok tiga kali sehari, supaya jari-jari tangan tidak menjadi kaku. Rendam, rendamlah tangan tiga kali sehari dengan air bersih selama 30 menit. Olesi, olesi tangan yang bengkok dengan minyak kelapa bersih dalam keadaan basah. Luruskan, a) Luruskan jari-jari tangan yang bengkok dengan tangan yang lain sebanyak 20 kali tiap latihan, lakukan tiga kali sehari, b) Taruh tangan diatas paha dan luruskan jari-jari tangan sebanyak 20 kali tiap latihan, lakukan tiga kali sehari. (Dirjend PPM & PL.2002)
Perawatan Tangan dengan Luka
Perhatian, a) Kurangi tekanan pada tangan yang luka, b) Luka harus selalu bersih, c) Bila luka bau, panas dan bengkak segera ke Puskesmas. Rendam, tiap hari rendamlah tangan dengan iar bersih selama 30 menit. Balut, balut luka dengan kain bersih. Istirahat, istirahatkan tangan yang ada luka, jangan gunakan unutk bekerja. (Ditjend PPM & PL.2002)
Perawatan Jari Kaki yang Bengkok dan Lunglai
Perhatian, luruskan jari kai bengkok dan latihlah telapak kaki lunglai supaya, a) Jari-jari dan sendi kaki tidak menjadi kaku, b) Mempermudah operasi untuk meluruskan jari dan sendi kaki, kalau diperlukan nanti. Olesi, olesi telapak kai dengan minyak kelapa yang belum dipakai, supaya tidak mudah luka waktu latihan. Luruskan, jari-jari kai yang bengkok, selama empat detik, tiga kali sehari, dan sebanyak 20 kali tiap latihan. Latihan, telapak kai yang lunglai dengan melingkari handuk atau sarung, dan tariklah selama empat detik, tiga kali sehari, ulangi 20 kali setiap latihan. Tekan, tekanlah telapak kaki lantai / dasar yang cukup keras selama 10 menit setiap kali latihan, dan lakukan tiga kali sehari. (Ditjend PPM & PL.2002)
Pencegahan Luka
Penting dilakukan dan diajarkan pada penderita, agar dapat selalu menjaga kakinya supaya tidak timbul luka atau luka yang telah sembuh tidak timbul lagi. Saran yang dapat diberikan untuk mencegah luka tersebut diantaranya : selalu memakai alas kaki, jangan berjalan terlalu lama, berhati-hati terhadap api, air /benda panas lainnya, berhati-hati saat duduk bersila, memeriksa keadaan kaki dan kulit apakah anda tanda-tanda kemerahan, melepuh.
Penyuluhan Kesehatan
Beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita, keluarga dan masyarakat menurut Ditjen PPM & PL (2000) adalah jelaskan tentang penyakit kusta, pentingnya berobat secara teratur, pentingnya bagi anggota keluarga untuk mengawasi penderita minum obat secarat teratur dan lengkap. Tidak kalah penting penyuluhan kepada masyarakat agar tidak takut kepada penyakit kusta (leprofobia) dan dapat membantu membawa suspek kasus kusta ke Puskesmas.
Pendidikan kepada klien menurut Barret, TL. (2002), yang pertama adalah kebutuhan akan penjelasan tentang diagnosis dan prognosis. Penjelasan tentang cacat yang diakibatkan oleh kusta. Klien membutuhkan konseling psikologis karena klien sulit menerima keadaannya atau perasaan ditolak oleh masyarakat. Klien membutuhkan pendidikan tentang bagaimana cara menghadapi anestesi pada tangan dan kaki. Penderita harus tahu cara memeriksa ekstrimitas utnuk mengetahui adanya trauma dan harus pakai alas kaki. Pentingnya memeriksa tungkai / lengan dan mata dari adanya anestesi atau kelemahan. Pengobatan dan okupasi terapi penting dalam rangka rehabilitasi. Klien harus tahu adannya reaksi kusta dan mencari pertolongan medis segera. Deformitas dapat dicegah melalui pendidikan kepada klien untuk mengenali adanya kerusakan saraf dan akibat dari kerusakan saraf tersebut.
Eliminasi Kusta
Sejak tahun 1985 penyakit kusta dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat. Lebih dari 12 juta penderita kusta selama 20 tahun lebih, penderita kusta telah diobati dengan MDT. Multidrug therapy telah mampu menekan penyakit kusta secara dramatis. dan prevalensinya menurun hingga 90%. Dan pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu eliminasi kusta tahun 2000 (Dinkes.Prop.Sumsel.2003)
Hingga kini sudah 108 negara yang bebas kusta dari 122 negara, dimana kusta dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat. Sementara 14 negara sisanya terdapat di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Tujuh puluh persen penderita kusta dunia pada tahun 2002 terdapat di India.
Pada awal tahun 2004 banyaknya penderita kusta dibawah pengobatan dunia ada sekitar 460.000 penderita. Sekitar 515.000 kasus baru ditemukan selama tahun 2003, diantaranya 43% kasus multibasiler, 12% pada anak-anak, dan 3% yang mengalami cacat berat. Dua tahun belakangan secara global kasus baru yang dideteksi terus menurun secara dramatis, penurunan tersebut kira-kira 20% per tahun.
Menurut Leisinger.KM. (2005), dalam tulisannya Leprosy in the year 2005 Impressive success with the treatment of a biblical disease menyebutkan bahwa, sejak tahun 2000, lebih dari 3 juta orang telah diobati dari lepra. Sejak tahun 1985 prevalensi lepra menurun 90%, dari 21.1 per 10,000 penduduk hingga kurang dari 0.8 per 10,000 penduduk pada tahun 2004. Lepra adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang utama di 9 negara dari 122 negara-negara pada tahun 1985
Upaya yang sedang intensif dilakukan untuk eliminasi kusta di enam negara, yakni Brazil, India, Madagaskar, Mozambie, Myanmar, dan Nepal. Negara-negara tersebut merupakan 90% dari prevalensi kusta di dunia pada tahun 2002.
Dengan kemajuan teknologi di bidang promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan di bidang kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Tetapi karena masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui / mengerti mengenai penyakit kusta ini, terutama mengenai tanda dini dan akibat penyakit yang ditimbulkannya, penderita tidak cepat pergi berobat sehingga jadi cacat dan penularan tetap berlangsung. Hal ini merupakan hambatan bagi program eliminasi kusta. ( Ditjen PPM & PL. 2000).
Daftar Pustaka
1. Barrett. TL., Wells. MJ., Libow.L., Quirk.C., and Elston DM. (2002). Leprosy, retrieved January 14, 2005 from http://emedicine.com/derm/byname/leprosy.
htm. Last update: April 10, 2002
2. CDC. (2003). Hansens's Disease (Leprosy), retrieved December 2003 from http://cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/hansen-a.htm.htm. Last update: February 11, 2004
3. Ditjen PPM & PL. (2000). Buku Pedoman Program P2 Kusta Bagi Petugas Puskesmas. Jakarta : Sub Direktorat Kusta & Frambusia.
4. Dinkes Prop.Sumsel. (2003). Modul pemberantasan penyakit kusta. Palembang : tidak diterbitkan.
5. Djuanda.A., Menaldi. SL., Wisesa.TW., dan Ashadi. LN. (1997). Kusta : diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
6. Djuanda. A.,Djuanda. S., Hamzah. M., dan Aisah.A. (1993). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penrbit FKUI
7. Leisinger, KM. (2005). Leprosy in the year 2005: Impressive success with the treatment of a biblical disease
http://novartisfoundatin.com/en/about/organization/board/klaus-leisinger.htm
8. WHO. (2002). Elimination of Leprosy as a Public Health Problem. retrieved January 14, 2005 from http://who.int.com/lep/stat2002/global02.htmLlast update: January 10, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar